AUTOMOTIVE.com | Parts, Services & More.

Anda tamu ke :

 

  INFINITE-LINKS

 

 

Empat Golongan Ahli Ibadah

Bagi setiap insan yang taat kepada Allah tiada saat berlalu tanpa ibadah. Ada ibadah yang waktu-waktunya sudah ditentukan, seperti hajji yang hanya sekali seumur hidup, ada shiyam Ramadhan yang tahunan, bulanan, dan harian. Ada juga ibadah yang bisa dilakukan sepanjang hidup, seperti dzikir, membaca al-Qur'an dan berdo'a.

Dengan demikian, bagi kaum Muslimin setiap waktu yang berjalan tidak putus dari ibadah. Apalagi setiap kegiatan hidup berupa amal shalih pada hakikatnya adalah juga ibadah. Maka tidak ada ruang waktu lagi kecuali digunakan untuk beribadah. Pengertian ibadah seperti yang terakhir itulah yang segaris dengan ketetapan Allah Subhaanahu wa ta'ala dalam al-Qur'an:

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah." (adz-Dzaariyat: 56)

Dalam rangka untuk melaksanakan ayat di atas, maka kaum Muslimin mengikatkan diri dalam sebuah janji yang dinyatakan dalam sebuah deklarasi:

"Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya karena (dan untuk) Allah, Tuhan semesta alam." (al-An'am:162)

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ibadah itu, kaum Muslimin terbagi menjadi empat golongan. Pertama, orang-orang yang senantiasa melaksanakan ibadah yang paling afdhal sekalipun paling sulit dan berat dilaksanakan. Kedua, orang-orang yang beranggapan bahwa ibadah yang afdhal adalah mengosongkan diri dari beban kehidupan, zuhud, dan memusatkan diri hanya kepada Allah. Ketiga, golongan yang menganggap bahwa ibadah yang paling afdhal ialah yang mempunyai manfaat berantai, yakni selain manfaat kedekatan kepada Allah, juga manfaat bagi sesama manusia dan makhluk lainnya. Keempat adalah kelompok yang memandang bahwa ibadah yang paling afdhal adalah yang diridhai Allah sesuai dengan waktu yang semestinya dan tugas yang diembannya.

Golongan Pertama

Orang-orang dari golongan ini gemar melakukan ibadah yang sulit dan berat, walaupun itu menyusahkan dan membebani dirinya. Bagi mereka, hitungan afdhal tidaknya suatu ibadah, dan besar kecilnya pahala, bergantung kepada taraf kesulitan ibadah tersebut. Semakin sulit dan berat satu ibadah, semakin afdhal dan besar pahalanya.

Pandangan mereka itu didasarkan pada pemikiran tetang sifat jiwa manusia yang memiliki tabiat lebih suka pada dunia. Jiwa itu cenderung kepada sikap malas, memilih yang enak-enak dan ringan-ringan saja. Tabiat dan kecenderungan itulah yang harus dilawan dengan ibadah yang berat, agar jiwa bisa tetap bersih dan lurus.

Golongan Kedua

Inti pendapat golongan kedua adalah bahwa ibadah yang paling afdhal adalah menjauhi kehidupan dunia dengan zuhud. Mereka ini bersikap acuh, berpengertian sempit. Banyak dari mereka yang hanya berhenti pada zuhud ini sebagi tujuan hidup, tujuan segala ibadah dan pangkalnya. Yang masih lebih baik, memandang zuhud hanya sebagai jembatan menuju satu maksud, yaitu menempatkan hati pada Allah, menghimpun hasrat pada-Nya, mengosongkan hati untuk mencintaiNya, kembali dan tawakkal kepada-Nya serta menyibukkan hati dengan keridhaanNya.

Ibadah, menurut mereka yang paling afdhal adalah kebersamaan dengan Allah, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengingat-Nya dengan hati dan lisan, sibuk dengan muraqabahNya, dan menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menceraiberaikan hati.

Golongan Ketiga

Orang-orang yang termasuk golongan ini biasanya hanya menyibukkan diri dengan tindakan-tindakan yang memikirkan kemaslahatan manusia. Memberi makan orang miskin, memelihara anak yatim, membangun masjid, hingga memikirkan pendidikan umat.

Golongan ini berhujjah bahwa tindakan berbuat demi kemaslahatan umum memiliki tingkatan ibadah lebih tinggi karena memberikan manfaat bagi orang lain, sementara amal seorang ahli ibadah terbatas hanya untuk dirinya sendiri.

Beberapa sabda Rasulullah saw yang memperkuat hujjah mereka, seperti, "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa ada sedikitpun dari pahala-pahala mereka yang dikurangi."

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia."

"Sesungguhnya orang-orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampunan oleh siapa yang berada di langit dan di bumi, hingga ikan paus di laut dan semut di liangnya."

Keutamaannya lagi, bahwa jika seorang ahli ibadah meninggal, maka putuslah amalnya, sementara bagi orang yang bermanfaat bagi orang lain, maka masih tetap akan mendapat manfaat dari amal yang dinisbatkan kepadanya.

Golongan inipun berpendapat, bahwa bertebaran untuk melaksanakan perintah Allah, memberikan manfaat kepada sesama manusia, serta berbuat baik kepada mereka, kesemuanya lebih baik dari pada kebersaman hati dengan Allah tanpa melakukan hal-hal itu.

Golongan Keempat

Menurut golongan ini, ibadah yang paling afdhal adalah yang mendapat keridhaan Allah sesuai waktu dan tempat mereka berada, juga sesuai dengan bidang kehidupannya masing-masing. Seorang guru, yang paling afdhal baginya adalah perhatian dan kesibukannya dalam mengajar murid. Seorang dokter, paling afdhal baginya adalah upaya kerasnya mnyembuhkan pasien. Seorang ibu rumah tangga, baginya paling afdhal jika menyibukkan diri menggali ilmu tentang pendidikan anak.

Yang paling afdhal ketika shalat adalah bersungguh-sungguh mengerjakannya, khusyu', menyempurnakan wudhu, dan berdzikir sesudahnya. Yang paling afdhal sewaktu terdengar adzan adalah menghentikan pekerjaan dan serius menjawab adzan. Yang paling utama saat kedatangan tamu adalah mengenyampingkan pekerjan serta melayani tamu dengan baik dan ramah. Begitu pula saat suami sedang berada di rumah, yang paling afdhal baginya adalah memenuhi hak istri dan anak-anaknya.

Pendeknya, yang afdhal bagi golongan ini adalah mementingkan keridhaaan Allah dan melaksanakan kewajiban pada waktu tersebut sesuai dengan tugas dan keharusannya. Mereka inilah golongan ahli ibadah yang tak mengenal batas. Dimanapun, kapanpun, mereka bisa menemukan dirinya sedang melakukan ibadah yang paling afdhal dalam hidupnya.

Berbeda dengan ketiga golongan sebelumnya, yang semuanya merupakan ahli ibadah yang terikat dan terbatas. Jika mereka berada dalam kondisi di luar batas yang mereka yakini, mereka merasa berada di luar area Allah. Seakan mereka sedang membangkang dan meninggalkan ibadahnya. Mereka menyembah Allah hanya dengan satu cara, satu pola.

Berbeda dengan orang-orang golongan keempat, yang bisa mengejar keridhaan Allah dimanapun dan di kala apapun mereka berada. Tidak dikuasai oleh isyarat, tidak beribadah menurut ikatan serta tidak dikuasai gambar. Mereka selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang diperintahkan kepada dirinya sesuai dengan waktunya.

Orang-orang seperti ini laksana air hujan yang tidak terlalu deras, sehingga mendatangkan manfaat di manapun ia berada. Mereka juga bagaikan pepohonan kurma yang daunnya tak pernah rontok, yang semua bagian pohonnya dapat memberikan manfaat, termasuk durinya.

Nah, hendak menjadi ahli ibadah jenis apakah Anda?

ke depan

 

Demi waktu !

Sesungguhnya manusia pasti berada dalam kerugian

Kecuali orang-orang yang beriman (dan istiqomah dengan imannya dan mau membuktikannya dengan) beramal sholeh

serta mau saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al-Ashr : 1 ~ 3)

 

              Last update 15/05/2001           

 copyright © 2001 pdpm purbalingga

  design by : shodikin ms pbg.