Buku  Tamu Kami

  AUTOMOTIVE.com | Parts, Services & More.

Anda tamu ke :

 

   

 


 

  INFINITE-LINKS

 

 

 

Pertanggungjawaban Pemimpin Sejati

 

Rasulullah adalah sosok pemimpin yang agung, tapi keagungannya tidak sampai mengarah pada feodalisme. Beliau dipuji-puji, tapi tidak sampai dikultuskan.

Pada tahun kesepuluh hijriyah, Rasulullah bersama para sahabat melaksanakan ibadah haji. Saat itu, menurut sebuah riwayat ada 114 ribu kaum Muslimin dari segenap penjuru datang memenuhi ajakan Rasulullah untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima. Haji pada kali ini dalam sejarah dikenal sebagai hijjul wada' atau haji perpisahan, karena tak lama kemudian Rasulullah wafat.

Berkumpulnya kaum muslimin dalam jumlah yang sangat besar pada saat itu dimanfaatkan oleh Rasulullah untuk menyampaikan pesan-pesan moral, sekaligus meminta persaksian mereka atas penyampaian risalah yang menjadi tugas dan kewajibannya sebagai rasul. Seakan-akan pada kesempatan itu Rasulullah menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas amanah yang disandangnya, dan masa-masa berat perjuangan menegakkan tauhid yang dilaluinya bersama para sahabat.

Meskipun yang memilih, mengangkat dan melantiknya bukan rakyat, tapi beliau tidak semena-mena dengan mengatakan bahwa cukuplah bagi saya untuk bertanggung jawab kepada Allah. Beliau masih perlu menyampaikan pertanggungjawabannya di hadapan ummat yang dipimpinnya. Bahkan tak segan-segan beliau menyampaikan permohonan maaf kepada mereka. Jika ada di antara kaum Muslimin yang merasa pernah dirugikan atau dizhalimi, sekecil apapun dipersilahkan untuk membalasnya. Pada saat itu juga, di hadapan ratusan ribu jama'ah.

Rasulullah memang seorang pemimpin yang kharismatik, tapi beliau bukan pemimpin yang ditakuti. Ummatnya tak segan-segan mendekat, berdialog, bahkan menanyakan kepada beliau hal-hal yang remeh. Tak ada jarak antara beliau dengan ummatnya.

Seorang pemuda pernah datang menghadap kepadanya agar diberi beberapa nasehat mengenai agama. Semua nasehat diterima oleh para pemuda tersebut, kecuali satu bahwa ia masih belum bisa meninggalkan kebiasaan lamanya, yaitu berzina. Keterusterangan pemuda tersebut membuat Rasulullah terenyuh. Didekatilah pemuda tersebut, kemudian dielus-elus rambutnya. Setelah cukup kehangatan yang dirasa, beliau kemudian bertanya, apakah engkau masih mempunyai bibi perempuan, adik perempuan, atau seorang ibu? Bagaimana perasaanmu jika mereka itu dizinahi orang lain? Hati pemuda yang semula amat keras itu diluluhkan dengan kedekatan hubungan, kehangatan dialog, dan komunikasi yang baik.

Rasulullah adalah sosok pemimpin yang agung, tapi keagungannya tidak sampai mengarah pada feodalisme. Ia dihormati, tapi tidak ditakuti. Beliau diagungkan dan dipuji-puji, tapi tidak sampai dikultuskan. Itulah yang menjadikan beliau tetap dekat dengan ummat, dan ummatpun selalu merasa dekat dengan beliau.

Suatu hari di Madinah, para sahabat dibuat terdiam saat di tengah pidatonya, Rasulullah meminta kepada mereka agar bisa ada yang merasa dirugikan atau disakiti di masa lalu, membalasnya saat itu juga. Para sahabat Ra bertambah tercengang saat tiba-tiba salah seorang di antara mereka memecahkan keheningan, mengacungkan tangannya, sembari berkata-kata yang intinya ingin membalas Rasulullah. Tentu saja para sahabat kaget, bahkan tak sedikit yang hendak menghalanginya. Tapi justru Rasulullah memerintahkan orang tersebut untuk maju, mendekati beliau. Pemuda tadi berkata, bahwa suatu hari ia pernah terkena lecutan Rasulullah. Beliau tidak mengusut benar tidaknya, tapi justru meminta salah seorang sahabat untuk segera mengambilkan "pecut" agar orang tersebut membalasnya.

Rupanya sahabat yang satu ini tak puas, ia ingin agar Rasulullah membuka bajunya. Ia mengaku bahwa ketika lecut Rasulullah mengenai anggota tubuhnya, ia sedang dalam keadaan telanjang dada. Tak segan-segan Rasulullah membuka bajunya, saat itu juga sahabat tadi merangkul dan mencium tubuh Rasulullah Saw sambil mengatakan bahwa ia sangat mencintainya. Satu-satunya alasan dia meminta orang yang dikaguminya itu membuka baju agar tubuhnya bisa memeluk tubuh suci Rasulullah. Mendapat pelukan seperti itu, beliau bersabda, "Anta ma'a man ahbabta (Anda bersama orang yang anda cintai."

Sebagai Rasul sebenarnya beliau terbebas dari segala salah dan dosa, karena Allah telah menetapkannya sebagai ma'shum, terpelihara dari segala maksiat. Karena tak pernah bersalah, logisnya beliau tak perlu meminta maaf. Tapi dalam setiap harinya tak kurang seratus kali beliau beristighfar, meminta ampun kepada Allah. Tak jarang beliau juga meminta maaf kepada ummatnya.

Suatu malam ia ditegur oleh istrinya karena ia mendapati Rasulullah sedang beristighfar sambil menangis hingga sembab wajahnya. Wahai baginda, bukankah Allah telah menjaga baginda dari dosa? Bukankah Dia telah menjamin surga untuk baginda? Mendengar teguran seperti itu Rasulullah hanya berkata: apakah aku tidak boleh mensyukuri semua nikmat karunia-Nya?

Berikut ini petikan khutbah Rasulullah di padang Arafah pada saat hijjul wada':

"Wahai kaum muslimin, dengarkanlah apa yang hendak aku katakan. Mungkin selepas tahun ini aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian (dalam keadaan seperti ini) di tempat ini untuk selama-lamanya."

"Wahai kaum Muslimin, bahwasanya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh diperkosa oleh siapapun) seperti hari dan bulan suci sekarang ini. Kalian pasti menghadap Tuhan kalian, dan pada saat itu kalian akan dituntut pertanggungjawaban kalian atas segala perbuatan kalian."

"Barangsiapa yang diserahi amanat, hendaklah menunaikan amanatnya kepada orang yang berhak."

"Segala macam riba tidak boleh berlaku lagi, akan tetapi kalian berhak menerima kembali harta pokok (modal) kalian. (Dengan demikian) kalian tidak berbuat aniaya dan tidak teraniaya."

"Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah tidak boleh ada lagi. Tindakan pembalasan jahiliyah seperti itu yang pertama kunyatakan tidak berlaku ialag tindakan pembalasan atas kematian Rabi'ah bin Al-Harits bin Abdul Muthalib (yang dibunuh oleh Bani Hudzail)."

"Kemudian, wahai kaum Muslimin, di negeri kalian ini setan sudah putus asa sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi setan masih menginginkan selain itu. Ia baru merasa puas jika kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!"

"Kemudian, wahai kaum Muslimin, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kalian, merekapun mempunyai hak juga atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Mereka dilarang keras melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Bila mereka melakukan perbuatan itu, Allah mengizinkan kalian berpisah tempat tidur dan kalian diizinkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak sampai mengakibatkan gangguan badan. Apabila mereka sudah menghentikan perbuatannya yang tidak senonoh itu, maka adalah menjadi kewajiban kalian memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik-baik."

"Perlakukanlah istri kalian dengan baik, mereka itu adalah kawan-kawan yang membantu kalian dan mereka tidak mempunyai sesuatu untuk (mengurus) diri mereka sendiri.

Ketahuilah bahwa kalian mengambil mereka (dari tengah-tengah keluarga mereka) sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Karena itu, perhatikanlah kata-kataku ini, hai kaum muslimin."

"Aku meninggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya."

"Hai kaum Muslimin, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian mengerti bahwa setiap orang Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain, dan semua kaum muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan sukarela. Karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri."

Khutbah Rasulullah yang disampaikan di tengah terik matahari itu diikuti oleh segenap kaum Muslimin yang memenuhi bumi Arafah itu dengan penuh antusias. Tidak ada suara berisik, tak ada yang mondar mandir. Semua terdiam, termangu, dan terbius oleh kata-kata Rasulullah yang padat dan penuh isi itu. Itulah awasiat terakhir yang disampaikan Rasulullah pada saat ibadah hajji.

Beberapa jam sesudah khutbah itu, beliau menerima wahyu terakhir:

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Kucukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama kalian." (QS. al-Ma'idah: 3)

Pemimpin sejati selalu hendak memberi layanan terbaik bagi rakyat yang dipimpinnya. Setiap kesempatan mereka selalu berusaha menyempurnakan pelayan. Pemimpin semacam ini merasa perlu terus-menerus mengoreksi diri, bahkan tak segan-segan meminta maaf karena belum sempurnanya pelayanan itu. (Hamim Thohari)

 ke depan

 

 

 

Demi waktu !

Sesungguhnya manusia pasti berada dalam kerugian

Kecuali orang-orang yang beriman (dan istiqomah dengan imannya dan mau membuktikannya dengan) beramal sholeh

serta mau saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al-Ashr : 1 ~ 3)

 

              Last update 18/05/2001           

 copyright © 2001 Shodikin MS & Ening W

  design by : shodikin ms pbg.