|
Hikmah
Dibalik Pergantian Tahun
Hari demi hari berlalu. Demikian juga minggu, bulan, dan tahun. Kita, baik
sebagai individu maupun masyarakat , dalam hari-hari yang berlalu itu,
senantiasa mengisi lembaran-lembaran yang setiap tahun kita tutup untuk
kemudian kita buka kembali dengan lembaran baru pada tahun berikutnya.
Lembaran-lembaran itu adalah sejarah
hidup kita secara amat rinci, dan itulah kelak yang akan
disodorkan kepada kita - sebagai individu dan masyarakat - untuk dibaca
dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada Hari Kemudian nanti.
Bacalah lembaran (kitabmu), cukuplah engkau sendiri hari ini yang akan
melakukan perhitungan atas dirimu (QS 17:14). Engkau akan melihat setiap
umat berlutut, setiap umat diajak untuk membaca kitab amalan (sejarahnya)
(QS 45:28).
Al Quran adalah buku pertama yang menegaskan bahwa bukan hanya individu,
tetapi juga bangsa dan masyarakat, mempunyai hukum-hukum dan
prinsip-prinsip yang mengarahkan dan menentukan keruntuhan dan
kebangkitannya. Masyarakat terdiri dari individu-individu ,
dan manusia sebagai individu mempunyai potensi untukmengarahkan masyarakat
dan diarahkan olehnya. Karena itu, manusia sebagai individu dan manusia
sebagai kelompok masyarakat bertanggung jawab
atas dirinya dan atas masyarakatnya. Dari sinilah lahir apa yang dikenal
dalam istilah hukum Islam sebagai fardhu ain dan fardhu kifayah.
Tuhan tidak mengubah keadaan suatu masyarakat , sebelum mereka mengubah (terlebih
dahulu) sikap mental mereka (QS 13:11). Begitu bunyi sebuah ayat yang
menafikan secara tegas ketentuan ekonomi sejarah dan secara tegas pula
menempatkan sikap terdalam manusia
sebagi faktor penentu kelahiran sejarah. Dari sini dapat dipahami, mengapa
para Nabi memulai langkah mereka dengan menanamkan kesadaran terdalam itu
dalam jiwa umat. Darimana Anda Datang? Kemana Anda menuju? Bagaimana alam
ini mewujud dan ke arah mana ia
bergerak? "Semua dari Allah dan akan kembali kepada-Nya" dan
"Akhir dari segala siklus adalah kemablinya kepermulaan",
demikian para sufi dan filosof Muslim merumuskan.
Itulah kesadaran pertama yang ditanamkan pada manusia. Kemudian disusul
dengan kesadaran jenis kedua, yaitu kesadaran akan kemanusiaan manusia
serta kehormatannya. Ruh Ilahi dan potensi berpengetahuan yang diperoleh
makhluk ini dari Tuhan, mengundangnya untuk memanusiakan dirinya dengan
jalan mengaktualkan pada dirinya sifat-sifat Ilahi sesuai dengan
kemampuannya. Dan kesadaran ketiga yang ditanamkannya adalah kesadaran
akan tanggung jawab sosial.
Mengapa kalian tidak berjuang di jalan Allah, sedangkan kaum lemah
tertindas, baik lelaki, wanita, maupun anak-anak bermohon agar mereka
dikaruniai penolong dan pelindung dari sisi Allah, demikian pesan Al Quran
surah Al Nisa ayat 75.
Ayat diatas mengandung dua nilai keruhanian, yakni keniscayaan berjuang di
jalan Allah dan tanggung jawab melindungi kaum lemah.
Perjuangan yang dilakukan karena Allah dan yang digerakkan oleh
nilai-nilai suci itulah yang memajukan umat manusia dan peradabannya
sekaligus mengukir sejarahnya dengan tinta emas.
Nah, kalau manusia atau masyarakat mampu mengisi hari-hari yang berlalu
dalam hidupnya atas dasar kesadaran di atas, maka disanalah dia memperoleh
kebahagiaan abadi. Dalam hal ini Al Quran menegaskan: Mereka itulah yang
akan menerima lembaran sejarah
hidupnya dengan tangan kanannya (QS 17:71).
Quraish
Shihab
dikutip dari buku "Lentera Hati":
Kisah dan Hikmah Kehidupan", oleh M. Quraish Shihab, Penerbin Mizan,
Maret 1995
Kedepan
lagi
|