|
|
Buku Tamu Kami | |
Anda tamu ke : | |
|
Oleh : M. Amien Rais Dalam sebuah pengajian dikampung saya, seorang kiayi mubaligh yang sudah agak sepuh berceramah tentang keutamaan ibadah puasa di bulan Ramadlan. Bagian terakhir ceramahnya itu sangat menarik. Ia mengajak jamaah masjid yang mendengarkannya agar menjadikan bulan Ramadlan sebagai bulan renungan dan mawas diri. Pak kiai lokal itu ternyata mempunyai wawasan nasional. Ia mengatakan bahwa akhir-akhir ini terjadi rentetan musibah alam dan musibah teknis yang dianggapnya sudah terlalu banyak. Ia juga mengatakan bahwa dalam melihat berbagai musibah itu kita harus bertawadhu atau berendah hati. Siapa tahu berbagai musibah itu merupakan peringatan dari "atas" untuk kita semua. Lihatlah musibah banjir, katanya. Banjir bandang di Aceh, manado dan berbagai daerah lain serta banjir Jakarta yang terbesar selama seperempat abad barangkali merupakan teguran alam kepada manusia yang sudah lupa daratan. Ia menunjukkan kebakaran Mabes Polri merupakan sesuatu yang ganjil. Mabes Polri sebagai simbol keamanan terbukti tidak aman lagi dari kobaran api yang melahap dokumen-dokumen penting. Pak kiai itu seperti tadak peduli dengan analisa-analisa yang dibuat tntang kebakaran itu, yang dihubungkan dengan rencana ruislag atau ini dan itu lainnya. Pokoknya, ambil i'tibar dari kebakaran.Jatuhnya pesawat latih di dareah Bandung yang menewaskan belasan orang tak bersalah juga diangkat dalam ceramah pak kiai. Kemudian tentang tenggelamnya kapal feri Gurita diperairan Sabang yang menelan lebih dari 170 orang juga ikut dibahas. Setiap musibah yang menelan banyak jiwa manusia pasti bukan musibah sembarangan. Pak kiai itu mengingatkan bahwa ada kalanya orang bersijap congkak atau takabur melihat rentetan musibah yang terjadi. Banyak orang yang bersikap dingin dan menganggap semua kejadian toh ada kausalitasnya, ada sebab akibatnya. Jadi pedili amat menghubungkan rangkaian musibah dengan peringatan dari "atas" Ia juga menyebut musibah yang menimpa berbagai organisasi. Adaparpol yang terus berkelahi ke dalam tanpa ada tanda-tanda penyelesaian. Bahkan ada organisasi keagamaan yang seharusnya menjadi panutan umat mengalami konflik yang kian meruncing. Pak kiai mengingatkan bahwa dia tidak tahu apakah keruwetan alami atau keruwetan artifisial yang memang diperuwet, atau kedua-duanya. Saya tertarik mendengar uraian pak kiai "lokal" yang bersahaja tetapi sesungguhnya cukup mendalam itu. Mungkin memang benar musibah alam, musibah teknis dan mesibah kepemimpinan berbagai organisasi adalah tanda-tanda zaman atau peringatan Tuhan untuk kita semua. Supaya kita bersedia meluruskan kebengkokan dan penyelewengan kita yang sudah demikian jauh diberbagai lini kehidupan nasinal. Al-Qur'an mengatakan bahwa bila sebuah masyarakat tidak menggubris peringatan Tuhan, justru Tuhan akan membukakan pintu-pintu kesenangan buat masyarakat tersebut. Akan tetapi tatkala masyarakat itu sampai pada puncak keterlenaan atau kelupaannya, Allah akan menjatuhkan palu godam-Nya secara tiba-tiba dan masyarakat itu akan mengalami kehancuran. Alangkah baiknya kalau di pekan pertama Ramadlan ini kita merenungkan peringatan-Nya.
|
Demi waktu ! Sesungguhnya manusia pasti berada dalam kerugian Kecuali orang-orang yang beriman (dan istiqomah dengan imannya dan mau membuktikannya dengan) beramal sholeh serta mau saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al-Ashr : 1 ~ 3) |
last update 17/05/2001
copyright © 2001 pd pemuda muhammadiyah pbg.
design by : shodikin ms pbg.